Kesibukan kuliah membuat diriku semakin jenuh dan penat karena menunggu kapan selesai kuliah. Butuh ketenangan, sangat-sangat butuh. Tapi kemana? Dan pulau Semau menjadi tujuan ku untuk menghilangkan kepenatan rutinitas dan untungnya pulau Semau ini adalah pulau tetangga dari kota Kupang. Beruntungnya saya memiliki kenalan yang berkerja di pulau Semau dan teman-teman yang punya hobi sama-sama jalan. Kami putuskan menghabisakan akhir pekan di pulau Semau.Pulau Semau berada di bagian barat pulau Timor atau disebalah baratnya kota Kupang.
Tanggal 03 November 2012, saya dan 4 orang teman saya dari latar belakang profesi yang berbeda-beda yaitu Dr. Jo (kenalan yang kerja di Semau) dan Dr. Ari, Kak Annet, Mas Arul menuju ke pelabuhan Tenau, Kupang.dan kenalan yang kerja di Semau sudah menunggu kami nanti di pelabuhan Hansisi, Dr. Jo. Dipelabuhan inilah kami bisa mendapatkan akses menuju ke pulau Semau. Bukan kapal-kapal besar yang mengantar kami ke pulau Semau. Tetapi kapal-kapal kecil milik nelayan yang dijadikan alat transportasi Kupang - Semau.
 |
Kapal yang akan membawa kami dari Pelabuhan Tenau |
 |
Satu persatu penumpang naik ke kapal |
Jarak yang ditempuh untuk sampai di pulau Semau tidaklah terlalu lama, hanya 25-35 menit kita sudah akan sampai. Uniknya dari kapal yang membawa kami ini adalah bukan hanya manusia yang diangkut oleh kapal kecil ini tetapi belanjaan sembako yang mereka beli di Kupang bahkan sepeda motor pun diangkut. Bukan hanya kapal yang membawa kami, tapi semua kapal yang digunakan sebagai alat transportasi Semau - Kupang - Semau ini akan mengangkut seperti ini. Bahkan biasanya satu kapal bisa mengangkut 2-3 sepeda motor (motor besar).
 |
Manusia, sembako, dan motor pun ikut diangkut |
Selama perjalanan kami disuguhi hamparan laut biru dari luar kapal dengan Kupang barat sebagai latar belakangnya. Tidak terasa kapal yang telah membawa kami telah bersandar di pelabuhan Semau di daerah Hansisi…
 |
Laut biru dengan latar Kupang barat |
 |
Pelabuhan Hansisi |
 |
Saya dan partner trip Semau |
Panaaaaaaaaaaaaasss…. keluhan yang tidak akan terlupakan… Suhu di semau saat itu sama dengan suhu di Kota kupang hampir 37 derajat. Karena belum masuk musim hujan, pulau ini semakin panas karena setiap mata memandang hanyalah tanah tandus dan gersang. Air bersih (air tawar) pun susah didapat di daerah ini. Air minum yang kami bawa dari kupang dalam sekejam kosong. Benar-benar panas.
Karena kami berlima dan hanya membawa motor 1, jadi kami mensewa motor. Lirik jam tangan sudah hampir jam 2 siang, maka kami langsung menuju ke arah selatan pulau Semau untuk mendapatkan sunset yang cantik.
Kondisi jalan yang berpasir dan tidak rata membuat kami seperti menunggangi kuda. Di perjalanan kami mendaptakan suguhan kegersangan pulau ini dengan hiasan pohon-pohon raksasa dan pantai berpasir putih yang panjang sekali. “Tuhan, sungguh cantik ciptaan Mu ini” kata ku dengan mata tak bisa berkedip lagi karena tidak ingin pandangan di depan mata saya ini terlewati. Kami berhenti sejenak untuk menikmati dan mengabadikannya dengan kamera yang dibawa.
 |
Rintangan di tengah jalan |
 |
Kondisi jalan tanah putih dengan pandangan pantai panjang di ujung jalan |
 |
Biru laut yang menggoda dari pinggir jalan |
Pantai yang biru yang bersih ingin sekali rasanya masuk kedalamnya dan merasakan hangatnya air laut. Namun sayang, belum sekarang waktunya, karena masih setangah perjalanan untuk mencapai bukit Liman di bagian selatan pulau Semau.
Setengah perjalanan menuju ke bukit Liman, pasir putih yang halus menggarisi bibir pantai yang indah memanggil-manggil kami untuk singgah dan menginjakan kaki di putihnya pasir-pasir itu.
 |
The hidden beach |
 |
Pantai yang masih perawan di Pulau Semau |
Belum afdol rasanya bila kami berlima tidak mengabadikan dengan foto bersama. Tapi siapa yang mau mengambil gambar kami? Diantara kami tidak ada satu pun yang membawa tripod. Terlintas ide ngeletakin kamera di atas jok motor dan…. hasilnya
 |
Narcis dengan latar pantai yang cantik |
Tanda-tanda kami hampir sampai adalah terlihat bukit Liman dari jauh dan jalan pun penuh dengan pasir. Beberapa kali kami terjatuh karena pasir yang halus menahan ban motor kami. Dan pilihan terakhir adalah mendorongnnya sampai melewati jalan berpasir ini.
 |
Pantai Selatan yang masih alami |
 |
Tidak ada penduduk disekitar pantai ini |
 |
Bukit liman dengan pantai berpasir berwarna berbentuk merica |
Melewat jalan yang berpasir halus, sekarang rintangan yang datang adalah jalan yang dibuat masyarakat setempat untuk jalan kaki, bukan untuk jalur motor. Tetapi, karena ingin cepat-cepat sampai di puncak, bebatuan dan pohon-pohon duri yang tajam pun kami lewati dengan susah payah.
 |
Dr. Ary harus mendorong motornya karena jalan berpasir halus |
 |
Kak Annet dan Dr. Ari mencoba menerobos jalan berduri |
 |
Kaki bukit Liman |
Rasa bahagia merasuki hati kami. Tinggal hitungan menit kami sudah hampir sampai di puncak bukit Liman. Tapi hati-hati jangan terlalu ngebut membawa motornya. Karena di puncak bukit Liman ini langsung tebing menuju laut. Salah-salah bisa terjun bebas dengan motor-motornya :)
Perjuangan wanita dengan motornya berhasil memberikan kesan tersendiri untuk puncak bukit Liman ini.
 |
Dr. Ary berhasil melewati rintangan sampai puncak :D |
Luar biasa, sungguh-sungguh cantik. Tidak ada kata-kata yang bisa menjabarkan betapa cantiknya ciptaan Tuhan yang satu ini. Amazing. Rasa letih karena menempuh waktu kurang lebih 1,5 jam dari pelabuhan Hansisi dengan kondisi jalan yang tidak mulus dan berpasir halus semua terbayar lunas saat mencapai puncak bukit Liman.
Pantai di bagian selatan pulau Semau ini masih sangat-sangat virgin, bahkan tidak ada penduduk di sepanjang pantai ini. Hanya pondok-pondok nelayan rumput laut yang menghiasi pinggir pantai dan itu hanya beberapa saja. Pantai ini sangat cocol bila disebut sebagai "Hidden Beach".
Bila kita lihat ada keunikan dari pantai yang bentuk melengkung mengikuti pinggir pulau. Ada dua warna pasir di pantai yang terpisah oleh bagian pulau. Dua cekungan yang diakibatkan karena bentuk pulau memberikan pemandangan yang indah sekali. 1 cekungan berpasir halus dan berwarna putih bersih (Foto di atas) dan 1 cekungan lagi berbasir mericah dan berwarna. Sungguh cantik dan unik.
Mungkin kalian akan merasa bosan karena saya selalu mengatakan cantik, tapi pantai ini benar-benar cantik.
 |
Pantai selatan yang sedang surut dengan 2 warna pantai yang berbeda |
 |
Pantai Selatan dari sisi kiri bukit Liman |
WOOOOOW….. bener-bener indah dari atas puncak bukit Liman. Bahkan 6 kamera yang kami bawa pun tidak bisa mengabadikan seindah aslinya.
Kalau tadi tidak ada tripod jok motor pun jadi, kali ini… terpaksa diatas karang (Papa maaf kameranya diletakin diatas karang :D)
 |
Berpose di puncak bukit Liman |
Matahari sudah mau memberikan saat-saat terindahnya. Saya beranikan turun ke bawah bukit sendirian untuk mengabadikan sunset dibalik ranting-ranting pohon yang tetap berdiri kokoh di pinggir pantai..
 |
Menjelang sunset |
Matahari yang terbenam kali ini sangat besar sekali tanpa awan yang menutupi, sayang kamera ku tidak mendukung untuk mengabadikan besarnya sunset.
 |
Cantiknya Sunset |
 |
Sunset dibalik ranting |
Ingin rasanya saya memetik matahari… tapi apa boleh buat, saya hanya bisa menikmati dan mengabadikan “Memetik Sunset” dengan timer. Mungkin banyak yang tidak percaya saya bisa mengabadikan memetik sunset dengan timer kamera, tapi ini hasil dari berkali-kali mencoba dan gagal.
 |
Memetik Sunset |
Dan saatnya kembali ke puncak bukit. Waw, tinggi sekali… andai ada eksalator yang membawa saya dengan santai sampai diatas, saya mungkin orang pertama yang akan menaikinya berkali-kali setiap detik :D
 |
Terlihat 4 teman ku di puncak bukin Liman |
 |
Love Sunset |
 |
Langit sehabis sunset |
Romantisme pun menyambut matahari yang tenggelam, sungguh tak ingin rasanya meninggalkan bukit ini secepat ini. Jingga sang sunset menghantarkan kami pulang ke penginapan di desa Uitao.
Bersambung...
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar